CILACAP.INFO – Gunung Srandil yang terletak di Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap Jawa Tengah memang terkenal dengan wisata religi. Namun di Gunung Srandil ini juga mempunyai kisah mistis.
Gunung yang berada dekat dengan Pantai Selatan Jawa ini dihuni oleh anak buah Raja Jin bernama Sabda Palon (Ki Semar Badranaya).
Ceritanya, dahulu kala datanglah seorang Waliyullah (Kekasih Allah), beliau Ulama Besar asal Persia. Beliau datang ke tanah jawa atas perintah Sultan Muhammad I.
Sang Sultan kala itu, mendapat wangsit melalui mimpi untuk menyebarkan dakwah Islam ke tanah Jawa. Adapun mubalighnya diharuskan berjumlah sembilan orang. Jika ada yang pulang atau wafat, maka akan digantikan oleh ulama lain asal tetap berjumlah sembilan.
Ulama ini bernama Syaikh Subakir, salah satu wali songo yang ahli dalam bidang merukyah, ekologi, meteorologi dan geofisika adalah salah satu dari kesembilan wali periode pertama yang diperintah sang Sultan.
Beliau diutus secara khusus untuk menangani terkait masalah-masalah yang berhubungan dengan hal ghaib dan spiritual. Karena hal itu pula yang dinilai telah menjadi penghalang diterimanya Islam oleh masyarakat Jawa sebelum diutusnya Wali Songo Periode Pertama.
Pasalnya Pulau Jawa kala itu dihuni oleh para lelembut dan jin yang bisa malik rupa, berubah wujud menjadi binatang buas dan menerkam manusia.
Tak hanya di daratan yang dahulu memang alas (hutan) yang kian lebat, lebatnya alas juga dikisahkan dalam babat tanah jawa.
Tapi di lautannya atau aliran air, jin dan para dedemit tanah jawa juga bisa malik rupa. Mereka malik rupa dengan berupah wujud menjadi gulungan ombak besar yang menenggelamkan manusia.
Sehingga Syaikh Subakir sebelum menginjak di tanah jawa, terlebih dahulu mengambil sebuah batu hitam dari Arab yang telah diberi rajah. Batu tersebut kemudian dibawa ke jawa dan di tempatkan di Puncak Gunung Tidar, Malang, Jawa Timur.
Mengapa Pemasangan Batu yang dinamakan Rajah Aji Kalacakra di Gunung Tidar
Sebab Gunung tersebut adalah titik pusat pakunya tanah jawa. Efeknya dari penempatan batu tersebut, para dedemit, setan, jin, iblis merasakan hawa panas sehingga Ada yang mati dan juga ada yang lari kocar-kacir.
Konon para dedemit itu ada yang lari ke Alas Roban seperti Alas Purwo di Banyuwangi. Kemungkinan juga alas sekitarnya seperti Alas Gumitir, Alas Dadapan. Atau mungkin juga alas yang ada pada cerita KKN di Desa Penari yang termasuk Iblis anak buah Sabda Palon, Badarawuhi.
Para dedemit itu juga lari ke gunung-gunung seperti Gunung Merapi, Gunung Kemukus, dan Gunung Srandil di Adipala Cilacap Jawa Tengah.
Srandil Adipala Gunung Angker tempat Bersemedi dan Memburu Kekayaan
Ada kemungkinan larinya anak buah Sabda Palon ke Gunung Srandil Adipala itu ada kaitannya dengan mitos yang beredar.
Gunung Srandil selain angker juga kerap dikunjungi banyak peziarah, peziarah-peziarah itu ada yang melakukan ritual bertapa juga ada yang mencari kekayaan.
Kekayaan itu di dapat melalui proses ritual pemujaan pada dedemit yang sering disebut pesugihan. Mereka melakukan itu dan terikat dengan jin penunggu Srandil.
Ada juga yang lari ke lautan seperti Laut Pantai Selatan yang membentang dari Banten, Sukabumi, Yogyakarta, hingga Banyuwangi.
Pada akhirnya Raja Jin yang bernama Sabda Palon kemudian ke luar dan menemui Syaikh Subakir menanyakan perihal penancapan Batu Aji Kalacakra dan juga Tombak Sakti Kiai Panjang.
Setelah dinyatakan perihal maksud Syaikh Subakir menanam itu yakni guna menyebarkan islam di tanah jawa dan mengusir para dedemit yang mengganggu dakwah para ulama islam. Rupanya Sabda Palon tak terima, sehingga terjadilah pertempuran.
Konon pertempuran itu terjadi selama 40 Hari 40 Malam. Atas kesaktian yang dimiliki Syaikh Subakir pada akhirnya raja jin itu merasa kuwalahan dan menawarkan perundingan.
Disadur dari berbagai sumber, bahwa perundingan itu, berisi persyaratan yang harus dipenuhi.
Sabda Palon mensyaratkan beberapa poin dalam upaya penyebaran Islam di tanah Jawa.
Isi kesepakatan antara lain, Sabda Palon memberi kesempatan kepada Syekh Subakir beserta para ulama untuk menyebarkan Islam di Tanah Jawa, tetapi tidak boleh dengan cara memaksa.
Kemudian Sabda Palon juga memberi kesempatan kepada orang Islam untuk berkuasa di tanah Jawa, namun dengan beberapa catatan.
Para Raja Islam itu silahkan berkuasa, namun jangan sampai meninggalkan adat istiadat dan budaya yang ada. Silakan kembangkan ajaran Islam sesuai dengan kitab yang diakuinya, tetapi biarlah adat dan budaya berkembang sedemikian rupa.
Syarat-syarat itu pun akhirnya disetujui Syekh Subakir.