Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam berpengaruh di Indonesia — walaupun tidak menentang secara langsung konsep ini, menekankan bahwa istilah Islam Nusantara harus digunakan secara berhati-hati dan proporsional, agar tidak menindas aliran Islam lain yang memiliki pemahaman berbeda tentang Islam. Jika Islam Nusantara didukung dan diangkat sebagai aliran Islam utama oleh negara, maka ditakutkan aliran Islam lain akan mengalami penindasan dan diskriminasi.
Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdatul Ulama (Munas alim ulama NU) 2019, menyepakati pengertian dari konsep Islam Nusantara. Dalam pembahasan di Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah, para kiai NU menyatakan Islam Nusantara bukan aliran baru.
Adalah rumusan yang lebih simpel, dari PWNU Jawa Timur terkait redaksinya. IsIam Nusantara dalam pengertian substansial adalah Islam ahli sunah waljamaah yang diamalkan, didakwahkan, dan dikembangkan sesuai karakteristik masyarakat dan budaya di Nusantara oleh para pendakwahnya.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Islam Nusantara?
Pertanyaan ini pernah muncul saat awal pra Muktamar NU di Sulawesi Selatan, tahun 2015. Pakar ushul fiqh yang juga Katib Syuriah PBNU KH Afifuddin Muhajir, Dalam diskusi panjang pra Muktamar NU dirumuskan sebuah kalimat, Islam Nusantara itu adalah Islam Nusantara yang empirik dan distingtif sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi, penerjemahan, vernakularisasi Islam universal dengan realitas sosial, budaya, dan sastra di Indonesia. Penekanan Khatib Syuriah PBNU, Kiai Afif yang menyoroti Islam Nusantara dari sudut pandang fiqih mengatakan, istilah “Islam Nusantara” memang agak ganjil didengar lantaran Islam memang sumbernya satu dan bersifat ilahiyah. Tapi, katanya, harus diperhatikan bahwa Islam juga terealisasi dalam praktik keseharian. Artinya, selain ilahiyah, Islam juga bersifat insaniyah (manusiawi). Karena itu, Kiai Afif menilai jika ada Islam Nusantara maka ada juga fiqih Nusantara.
Tampilkan Semua