Pada zaman dahulu ada seorang raja sakti dari Jawa Timur yang bergelar Prabu Aji Pramosa. Ia memiliki watak keras kepala dan tidak mau tunduk kepada siapa pun. Apalagi kepada para hambanya, kepada raja-raja negara lain pun ia tidak mau mengalah. Pada waktu itu, di wilayah Kerajaan Prabu Aji Pramosa di Kediri tinggal seorang resi yang mahasakti, bernama Resi Kano atau Kiai Jamur.
Prabu Aji Pramosa sudah mengetahui keberadaan Resi itu. Ia merasa sakit hati karena ada yang menandingi kesaktiannya. Ia menganggap resi itu sebagai musuh. Ia khawatir kalau resi itu justru akan mengancam kekuasaannya. Oleh karena itu, ia segera mengadakan rapat di istana untuk mencari jalan menenteramkan hatinya dengan dalih menyelamatkan Kerajaan. Pada rapat itu diputuskan bahwa Resi Kano harus diusir dari wilayah Kerajaan atau dibunuh.
“Para Penggawa, kalian tahu bahwa saat ini negeri kita terancam bahaya?” tanya Prabu Aji Pramosa.
“Ampun, Prabu. Hamba belum tahu, bahaya apa yang mengancam negeri kita?” sela salah seorang penggawa sambil mukanya men ampakkan kebingungan.
“Ya, ya, aku memaklumi jika kalian tidak menyadarinya. Sumber bahaya ini memang tidak tampak, tetapi pengaruhnya akan membahayakan. Ia adalah Resi Kano,” kata Prabu Aji Pramosa.
“Resi Kano?” ucap beberapa penggawa seakan tidak percaya.
“Ya, Resi Kano. Kelihatannya ia baik, tetapi tingkah laku dan pikirannya akan menggerogoti negeri kita. Oleh karena itu, ia harus diusir dari negeri kita. Jika perlu harus dibunuh,” seru Prabu Aji Pramosa.
Antara percaya dan tidak, para penggawa itu akhirnya sepakat untuk mengusir Resi Kano. Saat itu juga mereka menyusun cara ba gaimana melenyapkan Resi Kano dari negerinya. Sementara itu, Prabu Aji Pramosa tersenyum puas karena para penggawanya telah ter makan hasutannya. Ia senang karena keinginannya akan terwujud.
Berita tentang rencana pengusiran ataupun pembunuhan itu telah terdengar oleh sang Resi. Ia berketetapan hati untuk pergi meloloskan diri meninggalkan Kerajaan. Ia merasa dendam dan benci atas keserakahan dan kezaliman sang Raja. Kepergian Resi Kano tersebut segera juga diketahui oleh Prabu Aji Pramosa. Hal itu membuat Prabu Aji Pramosa semakin murka dan merasa tidak puas jika sang Resi belum mati. Untuk itu, sang Prabu memerintah para penggawanya untuk mengejar dan menangkapnya hidup-hidup. Resi itu dipersalahkan karena meninggalkan Kerajaan tanpa seizin raja.
Alkisah, sang Resi meninggalkan Kerajaan Kediri dengan perasaan sedih, benci, dan dendam kepada Prabu Aji Pramosa. Ia mengembara ke arah pantai selatan Pulau Jawa. Dengan menembus semak belukar, naik-turun gunung, dan tanpa mengenal lelah, akhirnya Resi Kano sampai di pantai selatan Pulau Jawa. Ia terus menyusuri pantai ke arah barat. Sampai di dekat Cilacap, Resi Kano memilih tempat yang sunyi dan sulit dijangkau manusia. Resi Kano kemudian bertapa di tempat itu. Ia mohon keadilan kepada Tuhan atas nasib yang dialaminya.
Berkat kegigihan dan usaha yang tiada henti, Prabu Aji Pramosa dan para Pungawa Kediri akhirnya berhasil menemukan tempat persembunyian sang Resi. Prabu Aji Pramosa segera menghunjamkan senjatanya ke tubuh sang Resi yang sedang bertapa. Namun, peristiwa yang luar biasa terjadi. Seketika itu raga Resi Kano lenyap. Seketika Nusakambangan itu pula terdengar suara gemuruh dan angin ribut yang membuat seluruh bulu kuduk Prabu Aji Pramosa dan para penggawanya berdiri. Namun, Prabu Aji Pamosa dapat mengatasi keadaan tersebut berkat mantra yang dimilikinya.
Setelah keadaan menjadi tenang kembali, muncullah seekor naga raksasa mendesis-desis seakan hendak menelan sang Prabu. Ked ahsyatan gerakan naga itu mengakibatkan ombak laut selatan semakin besar. Hal itu membuat penghuni lautan yang berupa penyu dan kura-kura bermunculan dan terdampar di sekitar Teluk Cilacap. Oleh karena itu, teluk tersebut kemudian disebut dengan nama Teluk Penyu.
Prabu Aji Pramosa keheranan melihat kejadian itu. Ia cepat mencari akal. Ia melepas anak panahnya dan tepat mengenai perut naga raksasa. Seketika itu pula matilah naga raksasa itu dan hanyut ditelan ombak laut selatan.
Sesaat kemudian, muncullah seorang putri cantik dari arah timur. Putri itu berlari-lari sambil memanggil-manggil Prabu Aji Pramosa, “Prabu Aji Pramosa, ketahuilah, aku ini adalah Dewi Wasowati. Aku berada di tempat ini karena dikutuk oleh yang Mahakuasa. Berkat jasamu aku telah kembali menjadi manusia. Sebagai balas budiku, akan aku persemBahkan kepada Paduka sebuah cangkok kembang Wijayakusuma. Cangkok kembang Wijayakusuma ini tidak mungkin Paduka temukan di alam biasa. Barang diapa memiliki cangkok ini, ia akan menurunkan raja-raja yang berkuasa di tanah Jawa. Sang Prabu, terimalah persembahanku ini.”
Demi mendengar ucapan putri itu, gembiralah hati sang Prabu. Hatinya berdebar-debar karena riangnya. Dengan aji mantranya, Prabu Aji Pramosa mengerahkan segala kemampuan dan kekuatannya untuk mengarungi samudra yang besar gelombangnya itu. Ia ingin segera dapat menemui Dewi Wasowati untuk menerima cangkok kembang Wijayakusuma.
Sewaktu menyerahkan kembang Wijayakusuma, Dewi Wasowati berpesan kepada sang Prabu, “Prabu Pramosa, engkau menjadi saksi, ketahuilah bahwa pegunungan dan karang ini terpisah dari Pulau Jawa. Karang ini akan kuberi nama nusa yang berarti pulau. Karena di pulau ini aku telah menyerahkan kembang Wijayakusuma, aku tamBahkan nama itu dengan kembangan. Suatu waktu nanti kuharap pulau ini akan disebut orang dengan nama Nusa Kembangan.”
Setelah cangkok kembang Wijayakusuma diserahkan kepada Prabu Aji Pramosa, seketika itu juga lenyaplah Dewi Wasowati. Prabu Aji Pramosa segera melompat ke atas karang yang terhampar di sana dan segera mengayuh dayung kembali ke pantai. Karena gugup dan kurang berhati-hati, cangkok Wijayakusuma yang digenggamnya terlepas dan hanyut ditelan ombak. Ia tidak menyadari bahwa cangkok yang digengamnya telah hilang. Ia baru menyadari setelah sampai di pantai. Ia sangat terkejut dan murung karena ia tidak beruntung membawa cangkok Wijayakusuma. Akhirnya. dengan tangan hampa ia pulang ke Kediri.
Tidak lama berselang, terbetik berita bahwa di atas karang Pulau Nusakambangan tumbuh sebatang pohon yang aneh dan ajaib. Prabu Aji Pramosa penasaran mendengar berita tersebut. Ia ingin mengetahui dari dekat kebenaran berita itu. Oleh karena itu, ia segera
Nusakambangan menuju Nusakambangan. Betapa terkejutnya beliau, ternyata pohon ajaib itu tiada lain adalah kembang Wijayakusuma yang pernah ia terima dari Dewi Wasowati. Daun pohon itu tampak berkilauan tertimpa sinar matahari serta halus bagaikan kain beludru. Selain itu, bunganya tampak gemerlapan.
Prabu Aji Pramosa tertegun melihat keajaiban kembang Wijayakusuma itu. Ia merasa menyesal karena teringat kata-kata Dewi Wasowati bahwa siapa yang mempunyai bunga Wijayakusuma tersebut akan menurunkan raja-raja Jawa. Namun, apa hendak dikata, nasi telah menjadi bubur, ia sadar bahwa semua itu telah ditakdirkan oleh penguasa dunia. Akhirnya, sang Prabu pulang kembali ke istana diikuti oleh para pengikutnya.
Diceritakan oleh: Suryo Handono
Disadur dari Cerita Rakyat Cilacap Jawa Tengah
Diterbitkan oleh Balai Bahasa Jawa Tengah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan