Cerita Lengkap KKN di Desa Penari SimpleMan

ilustrasi cover cerita KKN di Desa Penari
ilustrasi cover cerita KKN di Desa Penari

Nur menggangguk, meski enggan menjawab kalimat Widya, dan malam itu, tanpa terasa di lewati begitu saja.
keesokan harinya, rombongan sudah berkumpul, sesuai janji pak Prabu, hari ini, akan keliling desa, melihat semua proker yang sudah di ajukan oleh Ayu tempo hari, sekaligus, meminta saran untuk Proker individu yang harus di kerjakan oleh satu anak sendiri-sendiri.
“ngene iki, walaupun saya tinggal nang kene, aku yo pernah kuliah loh dek, sarjana lagi” kata pak Prabu, bahasanya medok, campur-campur antara bahasa jawa dan bahasa indonesia,

mendengar itu, Wahyu menimpali. “iku lo, rungokno bapakā€™e, walaupun wong deso, gak lali kuliah” (itu loh, dengarkan bapaknya, walaupun rumahnya di desa, tidak lupa kuliah)

Wahyu melanjutkan. “bapake ambil apa dulu? perhutanan ya?”

“bukan” kata beliau santai. “pertanian”

“Lah ra onok sawah nang kene, piye toh pak” (lah, di sini gak ada sawah, gimana sih pak?)

“ya, memangnya sampeyan pikir hanya karena ambil pertanian harus terjun ke sawah”

jawaban pak Prabu sontak membuat tawa pecah, Widya melirik Nur, dia sudah bisa ceria lagi, melupakan sejenak kejadian semalam.

sampailah, mereka di pemberhentian pertama. sebuah pemakaman desa.
aneh.

itu yang pertama kali di pikirkan Widya, atau mungkin serombongan orang. di setiap Nisan, ditutup oleh kain hitam.

pemakamanya sendiri, di kelilingi pohon beringin, dan di setiap pohon beringin, ada batu besar di sampingnya, di sana, ada lengkap, sesajen di depanya.
Nur yang tadi ikut tertawa, tiba-tiba menjadi diam. ia menundukkan kepalanya, seolah tidak mau melihat sesuatu. pagi, itu tiba-tiba terasa gelap di dalam pikiran Widya.

“ngapunten pak, niki nopo nggih kok” (mohon maaf pak, ini kenapa ya kok)
belum selesai Widya bicara, pak Prabu memotongnya

Tampilkan Semua
Cilacap Info
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS

Berita Terkait