Harlah PPP ke-48, Merawat Persatuan Dengan Pembangunan

Aji Setiawan DPC Sekretaris PPP Purbalingga
Aji Setiawan DPC Sekretaris PPP Purbalingga

KETUA DPP PPP periode 201-2025, Dr. H. Suharso Monoarfa begitu terpilih menjadi secara aklamasi pada Muktamar IX Makasar yang lalu akan menjadikan tema “Merawat Persatuan Dengan Pembangunan”. Suharsoo menyatakan yang akan dilakukan PPP bukan hanya sekadar mematut-matut diri di depan cermin untuk menampilkan wajah yang lebih menarik. Namun yang akan dilakukan PPP adalah sadar dan berempati sepenuhnya untuk terlibat menemukan jalan ke luar atas persoalan-persoalan Umat dan rakyat saat ini.

“PPP siap sepenuhnya menyingsingkan lengan baju untuk secara proaktif terlibat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok dan pemulihan ekonomi keluarga sehari-hari. PPP mengajak semua elemen bangsa, mengatasi keadaan dengan tiga target sekaligus: Imun, iman, dan aman,” tambah Suharso.

Menurut Suharso, Pembangunan yang dimaksud PPP adalah ikhtiar memenuhi hak-hak rakyat untuk mencapai kemakmuran dan keadilan.

“Pembangunan adalah jalan kita menuju Tanah Air yang kita impikan: Baldlatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Gemah ripah loh jinawi. Pembangunan adalah jalan menggapai kesejahteraan dalam keadilan dan berkeadilan dalam berkemakmuran. Pembangunan adalah jembatan menuju Indonesia yang Adil dan Makmur.

Di akhir kesempatan, Suharso mengajak kepada semua kader dan simpatisan PPP untuk terus meneguhkan sikap untuk menjadi bagian penting dari kegiatan membangun untuk merawat persatuan.

“Hal ini sekaligus untuk meneguhkan dua jati diri hakiki seluruh kader dan simpatisan PPP, yaitu ‘Pemersatu dan Pembangun’. Mari luruskan niat. Mari capai tujuan-tujuan mulia kita dengan cara-cara yang mulia. Semoga Allah memberkahi segenap langkah dan ikhtiar kita di jalan kebaikan dan kebajikan. Hasil tak pernah berkhianat terhadap ikhtiar.

Partai Persatuan Pembangunan terpanggil untuk menawarkan jalan keluar. Jalan ke luar ini kami rumuskan secara sederhana tetapi penuh makna sebagai: ‘Merawat Persatuan dengan Pembangunan’. Tak ada pilihan lain bagi kita selain sesigap mungkin, sesiap mungkin, sesegera mungkin, separipurna mungkin memulihkan kembali pembangunan di berbagai bidang. Dan dengan membangun kita rawat persatuan,” kata Suharso Monoarfa.

Kutipan pidato ketum DPP PPP di atas sengaja saya sampaikan secara utuh, sebagai sebuah komitmen bersama kelurga besar PPP dalam menghargai keberadaan, kebhinekaan dalam NKRI tetapi dalam bingkai PPP harus siap tampil sebagai pemersatu umat.

Penulis pernah bertanya langsung dengan almarhumah KH Maemoen Zubair, pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar, Rembang Jawa Tengah yang juga Ketua Majelis Syariah PPP sehabis Haul Habib Ahmad Al Atas Pekalongan, sepuluh tahun yang lalu, sewaktu masih menjadi wartawan majalah alKisah, Jakarta.

“Berbagai perbedaan harus kita jaga. Keragaman bukan persoalan, kita harus saling menghargai pandangan dan pendapat orang lain,” kata Syaikhona Maemoen. Zubair (alm).

KH Maemoen Zubair lalu mengisahkan perbedaan pendapat, atau perbedaan cara pandang, dalam menyikapi suatu persoalan furu’iyyah, terutama dalam bidang fiqih. Adanya perbedaan cara pandang ini bukan malah membuat mereka saling salah menyalahkan, bercerai-berai, melainkan hal ini semakin membuat mereka berjiwa besar, saling menghormati pendapat satu sama lain, dan bahkan melarang para santrinya untuk bersikap ta’ashub atau fanatis.

Pada 1916 M, terjadi sebuah perselisihan pendapat yang berujung pada perdebatan ilmiah antara Kiai Hasyim Asy’ari dan Kiai Faqih Maskumambang. Kedua ulama yang bersahabat karib ini menyoal hukum seputar penggunaan kentongan yang pada masa itu seringkali digunakan untuk penanda masuknya waktu sholat.

Di mana, Kiai Hasyim melarang penggunaan kentongan, sementara Kiai Faqih membolehkannya. Keduanya pun menulis risalah khusus yang membahas hal tersebut. Mula-mula, Kiai Hasyim menulis al-Jasus fi Bayani Hukm Naqus, lalu selang beberapa pekan, Kiai Faqih pun membantah argumen itu dengan risalahnya yang berjudul Hazzur Ru’us fi Radd Jasus’an Tahrim Naqus.

Kitab al-Jasus fi Bayani Hukm Naqus sudah ditemukan KH Muhammad Ishomuddin Hadzik sejak 1992 di perpustakaan sang kakek di Pesantren Tebuireng. Kitab itu lalu ditahqiq dan diterbitkan ulang beserta kitab-kitab Kiai Hasyim Asy’ari lainnya ke dalam jilid besar bertajuk Irsyadu Sary.

Kitab Hazzur Ruus fi Radd Jasus an Tahrim Naqus karya KH Faqih Maskumambang.

Sementara Hazzur Ru’us fi Radd Jasus ‘an Tahrim Naqus naskah itu ditahqiq Ibnu Harjo al-Jawi dan kini diterbitkan Maktabah Turmusy Turos.

Saat Kiai Hasyim Asy’ari mendengar bahwa Kiai Faqih Maskumambang menyelisihi pendapatnya, beliau mengundang para kiai dan santri senior di Tebuireng untuk berkumpul, beliau memerintahkan agar teks tulisan ‘perselisihan pendapat’ antara beliau dan Kiai Faqih dibacakan lalu setelah itu beliau menjelaskan bahwa kedua pendapat (boleh dan tidaknya kentongan) bisa digunakan dan diamalkan siapa saja. Tanpa saling mencela pendapat yang lain.

Namun beliau meminta secara khusus agar kentongan tidak digunakan di Masjid Tebuireng. di sisi lain Kiai Faqih Maskumambang juga melakukan bentuk penghormatan kepada Kiai Hasyim saat mengundangnya untuk pengajian umum di Maskumambang, beliau perintahkan seluruh masjid dan mushola di sekitar Maskumambang untuk menanggalkan kentongannya saat kedatangan Kiai Hasyim Asy’ari.

Sungguh sikap yang demikian ini pantas mendapat perhatian dari kita semua, dan tentunya pantas untuk kita ikuti, atau teladani, dalam kehidupan sehari-hari.

Merawat Persatuan

Partai Persatuan Pembangunan sudah berusia 48 tahun, sebuah usia yang cukup matang dalam mengarungi perpolitikan Tanah Air. Sebagai partai Islam yang didirikan para ulama, PPP akan tetap bersama-sama dan di dalam barisan para ulama untuk izzul Islam wal muslimin.

PPP didirikan pada 5 Januari 1973 dan merupakan gabungan dari empat partai keagamaan yaitu Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Parmusi.

Para deklarator PPP ini adalah KH Idham Chalid, H.Mohammad Syafaat Mintaredja, Haji Anwar Tjokroaminoto, Haji Rusli Halil, dan Haji Mayskur.

Di era digital saat ini, berbagai macam kemungkinan yang dapat mengancam keutuhan dan persatuan bangsa menjadi lebih besar. Dikarenakan sarana informasi dan komunikasi yang mudah diakses membuka peluang tersebarnya beragam ujaran kebencian (hate speech) dan berita-berita palsu (hoax) secara bebas. Terlebih jika hal tersebut menyangkut isu sensitif seperti SARA.

Apabila berita tersebut dicerna mentah-mentah begitu saja, maka tidak menutup kemungkinan akan dapat memicu perpecahan dan konflik di masyarakat. Hal ini tentunya menjadi permasalahan serius yang seharusnya mendapat perhatian lebih. Pengetahuan masyarakat yang kurang untuk dapat membedakan berita yang asli dan palsu merupakan alasan utama permasalahan ini.

Sehingga berita yang tersebar secara masif di berbagai macam platform digital mudah dipercayai dan dianggap sebagai sesuatu yang benar. Oleh karena itu, peran para pemangku kepentingan, media dan tentunya pemerintah sangat dibutuhkan untuk dapat mengantisipasi dan mengatasi permasalahan ini. Sehingga berita-berita hoax yang ada tidak begitu lama tersebar dan segera mendapatkan klarifikasi oleh pihak berwenang.

Selain itu, kunci utama sebagai langkah untuk menyikapi permasalahan ini ialah dengan cara meningkatkan rasa mawas diri agar tidak mudah percaya akan adanya berita-berita hoax ataupun narasi-narasi yang menghasut dan menyesatkan. Dengan tidak melupakan untuk selalu berusaha menyaring dan memeriksa fakta di dalam berita-berita yang ada.

Sebagai bangsa dengan jumlah penduduk lebih dari 260 juta jiwa dan terdiri atas berbagai macam ras, suku, budaya maupun agama, kita patut bersyukur.Meskipun dengan kondisi negara yang beragam, kita masih dapat bersatu dalam satu bingkai negara Indonesia. Karena semangat persatuan dan kesatuan, Indonesia dapat merdeka dan berdiri hingga saat ini.

Semboyan merawat persatuan seakan-akan mengajak kita memaknai kembali arti dari konsep keberagaman. di mana sisi indah sebuah persatuan akan terwujud ketika kita tidak memandang latar belakang seseorang sebagai suatu penghalang untuk bersatu. Toleransi serta sikap saling menghormati dan menghargai sebagai sesama manusia merupakan implementasi nyata dari nilai-nilai yang terkandung di dalam semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang menjadi simbol pemersatu bangsa.

Karena pada hakikatnya perbedaan merupakan suatu keniscayaan. Sehingga dengan adanya perbedaan kita dapat saling mengenal. Dan dengan perbedaan pula dapat mengajarkan kita makna dari saling menghargai.

KH Maemon Zubair adalah sosok teladan umat dan contoh nyata sebagai sosok pribadi yang menghargai perbedaan. Sekalipun sebagai tokoh puncak PPP, kediamannya terbuka dengan tokoh partai, politisi, agamawan dan berbagai kalangan yang berbeda.

Lebih lanjut Syaikhona Maemoen Zubair menyatakan tantangan terbesar dalam berdakwah saat ini ialah mengembalikan umat kepada agama, tanpa membedakan-bedakan golongan atau partai.

Dengan nada suara yang sejuk, ia menyampaikan nasihat, “Mayoritas bangsa kita beragama Islam, dan tidak bisa ditekan atau digiring dalam satu partai. Partai boleh berbeda, tapi harus saling menghargai. Dari rahim keragaman inilah akan lahir kekuatan besar untuk mengatasi persoalan bangsa sekarang ini.”

Selamat dan Sukses Harlah PPP ke-48. Dengan merawat persatuan dengan pembangunan, semoga PPP semakin jaya dan mampu memenangkan hati umat. (*) Aji Setiawan, mantan wartawan majalah alKisah.

Cilacap Info
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS

Berita Terkait