Widya terdiam beberapa saat, memproses kalimat Ayu
“Loh, awakmu kan wes reti nek gak oleh mrunu!” (Loh, bukanya kamu sudah mengerti dilarang berada di sana)
“guguk aku” (bukan aku) bela Ayu, iku ngunu Bima sing ngajak. (jadi yang mengajak awalnya di Bima) jarene, onok wedon ayu mlaku mrunu, pas di tut’i, ra onok tibak ne (katanya ada perempuan cantik, pas di ikuti ternyata gak ada)
“lah trus, awakmu tetep ae mrunu!” (lah terus kamu tetap kesana)
“cah iki, yo kan aku ngejar Bima, opo di umbarke ae cah kui ngilang!” (anak ini, kan saya mengejar Bima, apa di biarkan saja anak itu nanti hilang)
perdebadan mereka berhenti sampai di sana, namun perasaan itu.
Widya merasa perasaanya semakin tidak enak. sejak menginjak desa ini, semuanya terasa seperti kacau balau.
karena malam semakin larut, Widya pun beranjak pergi ke kamar, di sana ia melihat Nur, sudah terlelap dalam tidurnya. Ayu pun menyusul kemudian, berharap malam ini segera berlalu,
tiba-tiba terdengar langkah kaki saat Widya melihat apa yang terjadi, bayangan Nur melangkah keluar ragu apakah mau membangunkan Ayu, Widya pun beranjak dari tempatnya tidur, berjalan, mengejar Nur.
rumah sudah gelap gulita, sang pemilik rumah tampaknya sudah terlelap di dalam kamarnya, di depan Widya, pintu rumah sudah terbuka lebar, dengan perlahan, Widya melangkah kesana.
Malam itu sangat gelap, lebih gelap dari perkiraan Widya, bayangan pohon tampak lebih besar dari biasanya, dan sayup-sayup terdengar suara binatang malam, sangat sunyi, sangat sepi, di lihatnya kesana-kemari mencari dimana keberadaan Nur, Widya terpaku melihat Nur, di depanya
Nur berdiri di tanah lapang depan rumah, dia menari dengan sangat anggun, tanpa alas kaki, Nur berlenggak-lenggok layaknya penari profesional.
Tampilkan Semua