Ia melihat jurang yang sangat curam, banyak bebatuan besar, dan dikelilingi rumput liar yang lebat. Siapa pun yang masuk atau terjatuh ke jurang tersebut pasti tidak akan terselamatkan. Ditemukan jasadnya pun belum tentu karena apabila terjatuh badannya akan hancur dan tidak berbentuk.
Tempat itu dinamakan Jurang Ngadeg karena pada saat itu Haryo Leno melihat jurang itu dalam posisi berdiri atau bahasa Jawa ngadeg. Karena kesaktian yang dimiliki, keduanya masih bertempur untuk mengalahkan satu sama lain. Mereka bersikeras mempertahankan kekuatan dan pendirian mereka. Haryo Leno tetap teguh tidak mau
kalah dan dikalahkan, begitu pula dengan Joko Leno. Pertempuran semakin sengit dan berlangsung lama. Pada akhirnya, mereka berdua tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah. Keduanya meninggal akibat pertempuran tersebut. Mereka berdua pun dimakamkan di tempat mereka bertempur.
Ibarat ungkapan dalam bahasa Jawa me- nang dadi areng, kalah dadi awu ‘menang menjadi arang, kalah menjadi abu’. Menang ataupun kalah dalam pertempuran tersebut akan berbuah sia-sia karena semuanya telah hancur berantakan. Hingga saat ini kita masih dapat mengunjungi makam Haryo Leno dan Joko Leno di Cilacap.
Diceritakan oleh: Umi Farida
Disadur dari Cerita Rakyat Cilacap Jawa Tengah.
Diterbitkan oleh Balai Bahasa Jawa Tengah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tampilkan Semua