Kisah Syaikh Abdul Kahfi Al Hasani Kebumen

Pondok Pesantren Al Kahfi Somalangu Kebumen
Pondok Pesantren Al Kahfi Somalangu Kebumen

KEBUMEN, CILACAP.INFO – Pondok Somalangu Kebumen merupakan Pondok Pesantren yang telah terhitung cukup tua keberadaannya. Karena Pondok Pesantren ini telah ada semenjak tahun 1475 M.

Adapun tahun dan waktu berdirinya dapat kita ketahui di antaranya dari Prasasti Batu Zamrud Siberia (Emerald Fuchsite) berbobot 9 kg yang ada di dalam Masjid Pondok Pesantren tersebut.

Sebagaimana diketahui menurut keterangan yang diberikan oleh para ahli sejarah bahwa ciri khas Pondok Pesantren yang didirikan pada awal purmulaan islam masuk di Nusantara adalah bahwa di dalam Pondok Pesantren itu dipastikan adanya sebuah Masjid.

Dan pendirian Masjid ini sesuai dengan kebiasaan waktu itu adalah merupakan bagian daripada pendirian sebuah Pesantren yang terkait dengannya. Prasasti yang mempunyai kandungan elemen kimia Al, Cr, H, K, O, dan Si ini bertuliskan huruf Jawa dan Arab.

Huruf Jawa menandai candra sengkalanya tahun. Sedangkan tulisan dalam huruf Arab adalah penjabaran dari candra sengkala tersebut. Terlihat jelas dalam angka tanggal yang tertera dengan huruf Arabic : “25 Sya’ban 879 H”.

Ini artinya bahwa Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu resmi berdiri semenjak tanggal 25 Sya’ban 879 H atau bersamaan dengan Rabu, 4 Januari 1475 M. Dengan Pendirinya adalah Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al Hasani.

Beliau semula merupakan seorang tokoh ulama yang berasal dari Hadharamaut, Yaman. Lahir pada tanggal 15 Sya’ban 827 H di kampung Jamhar, Syihr. Datang ke Jawa tahun 852 H/1448 M pada masa pemerintahan Prabu Kertawijaya Majapahit atau Prabu Brawijaya I (1447 – 1451).

Jadi setelah 27 tahun pendaratannya di Jawa, Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani barulah mendirikan Pondok Pesantren Al Kahfi Somalangu. Biografi Pendiri Nama aslinya adalah Sayid Muhammad ‘Ishom Al Hasani. Merupakan anak pertama dari 5 bersaudara.

Ayahnya bernama Sayid Abdur Rasyid bin Abdul Majid Al Hasani, sedangkan ibunya bernama Syarifah Zulaikha binti Mahmud bin Abdullah bin Syekh Shahibuddin Al Huseini ‘Inath.

Ayah dari Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani adalah keturunan ke-22 Rasulullah saw dari Sayidina Hasan ra, melalui jalur Syekh As Sayid Abdul Bar putera Syekh As Sayid Abdul Qadir Al Jaelani Al Baghdadi.

Beliau datang dari Bagdad, Irak ke Hadharamaut atas permintaan Syekh As Sayid Abdullah bin Abu Bakar Sakran (Al Idrus Al Akbar) untuk bersama – sama ahlibait nabi yang lain menanggulangi para ahli sihir di Hadharamaut.

Setelah para ahli sihir ini dapat dihancurkan, para ahli bait nabi tersebut kemudian bersama – sama membuat suatu perkampungan dibekas basis tinggalnya para ahli sihir itu.

Perkampungan ini kemudian diberi nama “Jamhar” sesuai dengan kebiasaan ahlibait waktu itu yang apabila menyebut sesamanya dengan istilah Jamhar sebagaimana sekarang apabila mereka menyebut sesamanya dengan istilah “Jama’ah”.

Sedangkan wilayah tempat kampung itu berada kini lebih dikenal dengan nama daerah Syihr, Syihir, Syahar ataupun Syahr. Yaitu diambil dari kata “Sihir” (mengalami pergeseran bunyi di belakang hari), untuk menandakan bahwa dahulu wilayah tersebut memang sempat menjadi basis dari para ahli sihir Hadharamaut, Yaman.

Ayah dari Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al-HAsani ini akhirnya tinggal, menetap dan wafat di Palestina, karena beliau diangkat menjadi Imam di Baitil Maqdis (Masjidil Aqsha). di Palestina beliau masyhur dengan sebutan Syekh As Sayid Abdur Rasyid Al Jamhari Al Hasani.

Makam beliau berada di komplek pemakaman imam-imam masjid Al Quds. Sedangkan 4 saudara Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al Hasani yang lai tinggal serta menetap di Syihr, ‘Inath serta Ma’rib, Hadharamaut.

Sayid Muhammad ‘Ishom Al Hasani semenjak usia 18 bulan telah dibimbing dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan keagamaan oleh guru beliau yang bernama Sayid Ja’far Al Huseini, Inath dengan cara hidup di dalam goa – goa di Yaman.

Oleh sang guru setelah dianggap cukup pembelajarannya, Sayid Muhammad ‘Ishom Al Hasani kemudian diberi laqob (julukan) dengan Abdul Kahfi yang menurut sang guru artinya adalah orang yang pernah menyendiri beribadah kepada Allah swt dengan berdiam diri di goa selama bertahun – tahun lamanya.

Nama Abdul Kahfi inilah yang kemudian masyhur dan lebih mengenalkan pada sosok beliau daripada nama aslinya sendiri yaitu Muhammad ‘Ishom

Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al Hasani ketika berusia 17 tahun sempat menjadi panglima perang di Yaman selama 3 tahun.

Setelah itu beliau tinggal di tanah Haram, Makkah. Kemudian Pada usia 24 tahun, beliau berangkat berdakwah ke Jawa. Mendarat pertama kali di pantai Karang Bolong, kecamatan Buayan, Kabupaten Kebumen.

Setelah menaklukan dan mengislamkan Resi Dara Pundi di desa Candi Karanganyar, Kebumen lalu menundukkan Resi Candra Tirto serta Resi Dhanu Tirto di desa Candi Wulan dan desa Candimulyo kecamatan Kebumen, beliau akhirnya masuk ke Somalangu.

Ditempat yang waktu itu masih hutan belantara ini, beliau hanya bermujahadah sebentar, mohon kepada Allah swt agar kelak tempat yang sekarang menjadi Pondok Pesantren Al Kahfi Somalangu dapat dijadikan sebagai basis dakwah islamiyahnya yang penuh barokah dikemudian hari. Selanjutnya beliau meneruskan perjalanannya ke arah Surabaya, Jawa Timur.

Di Surabaya, Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al Hasani tinggal di Ampel. Ditempat itu beliau diterima oleh Sunan Ampel dan sempat membantu dakwah Sunan Ampel selama 3 tahun. Kemudian atas permintaan Sunan Ampel, beliau diminta untuk membuka pesantren di Sayung, Demak.

Setelah pesantren beliau di Sayung, Demak mulai berkembang Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani kemudian diminta oleh muballigh – muballigh islam di Kudus agar berkenan pindah dan mendirikan pesantren di Kudus.

Problem ini terjadi karena para muballigh islam yang telah lebih dahulu masuk di Kudus sempat kerepotan dalam mempertahankan dakwah islamiyahnya.

Sehingga mereka merasa amat membutuhkan sekali kehadiran sosok beliau di tengah-tengah mereka agar dapat mempertahankan dakwah islamiyah di wilayah tersebut.

Setelah Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani tinggal di Kudus dan mendirikan pesantren di tempat itu, Sunan Ampel kemudian mengirim puteranya yang bernama Sayid Ja’far As Shadiq belajar pada beliau di Kudus.

Tempat atsar pesantren Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani di Kudus ini sekarang lebih dikenal orang dengan nama “Masjid Bubrah”. Adapun riwayat tentang “Masjid Bubrah” ini akan kita sajikan dalam bagian tersendiri.

Ketika berada dipesantren beliau ini, Sayid Ja’far As Sahdiq sempat pula diminta oleh beliau untuk menimba ilmu pada ayah beliau yang berada di Al-Quds, Palestina yaitu Syekh As Sayid Abdur Rasyid Al-Hasani.

Oleh karena itu setelah selesai belajar di Al-Quds, Palestina atas suka citanya sebagai rasa syukur kepada Allah Swt bersama Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani, Sayid Ja’far As Shadiq kemudian mendirikan sebuah masjid yang ia berinama “Al-Aqsha”.

Oleh Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani, Sayid Ja’far As Sahadiq kemudian ditetapkan sebagai imam masjid tersebut dan Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani kemudian pindah ke Demak guna membantu perjuangan Sultan Hasan Al-Fatah Pangeran Jimbun Abdurrahman Khalifatullah Sayidin Panatagama di Kerajaan Islam Demak.

Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani menikah di Demak pada saat usianya telah mencapai kurang lebih 45 tahun. Pada waktu putera pertamanya telah berusia kurang lebih 5 tahun, beliau bersama isteri dan puteranya itu hijrah dari Demak ke Somalangu untuk mendirikan Pesantren.

Di Somalangu inilah beliau akhirnya bermukim dan pesantren yang didirikannya kemudian hari dikenal dengan nama Pesantren Al Kahfi Somalangu.

Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al Hasani terhitung cukup lama dalam mengasuh Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu. Yaitu berkisar mencapai 130-an tahun.

Oleh karenanya jika sejarah keadaan Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu sepanjang kepengasuhan beliau dibeberkan akan menelan kisah yang cukup panjang.

Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al Hasani wafat pada malam jum’ah, 15 Sya’ban 1018 H atau bertepatan dengan tanggal 12 November 1609 M. Jasad beliau dimakamkan di bukit Lemah Lanang, Somalangu, Kebumen. Dan beliaulah orang pertama yang dimakamkan di tempat tersebut.

PRASASTI batu zamrud warna hijau seberat 90 kilogram itu masih tersimpan di Pondok Somalangu, Desa Sumberadi, Kecamatan Kebumen.

Jika angka di prasasti tahun 979 Hijriyah atau 1475 Masehi benar, pondok tersebut sudah berdiri sebelum nama Kebumen muncul.

Perkiraan berdirinya Pesantren Al Kahfi Somalangu itu diungkapkan KH Afifuddin Chanif Al Hasani atau Gus Afif (40), selaku generasi penerus keturunan ke-16 dan pengasuh pesantren tersebut, Rabu kemarin.

Dia menuturkan, dari berbagai manuskrip dan kitab-kitab kuna yang tersimpan serta risalah sejarah, daerah Kebumen kala itu (1475-an) masih berupa rawa dan hutan. Bahkan daerah Somalangu dulunya hutan lebat.

Lalu siapa sebenarnya pendiri Somalangu?

Menurut Gus Afif, pendirinya tidak lain Sayid Muhammad Ishom Al Hasani atau lebih dikenal dengan nama Syekh Abdul Kahfi. Dia ulama yang berasal dari Jamhar, Hadramaut di Yaman.

Konon awalnya Syekh Abdul Kahfi yang suka mengembara dari gua ke gua (sehingga dijuluki Abdul Kahfi), kali pertama mendarat di Pantai Karangbolong. Untuk hal yang satu ini tentu perlu penelitian lagi.

Namun Gus Afif menjelaskan, setelah mendarat di Pantai Karangbolong, Abdul Kahfi berjalan ke Karanganyar. Kala itu ada kampung sudah banyak penghuninya. Ulama dari Yaman itu lalu berhasil mengislamkan salah satu resi, bernama Darapundi. Menandai pengislamaan itu, desa tersebut dinamai Desa Candi.

Abdul Kahfi berjalan ke arah timur (Kebumen) hingga bertemu dua resi lagi, yaitu Candratirto dan Danutirto. Dua resi itu pun bisa menganut Islam dan dua desa tadi kemudian dinamai Desa Candimulyo dan Desa Candiwulan yang Berlokasi dekat dengan Somalangu Desa Sumberadi.

Gus Afif menjelaskan, dari anak keturunan Abdul Kahfi banyak yang menjadi ulama besar. Abdul Kahfi sendiri adalah ulama penasihat raja Raden Fatah Demak dan pernah mewakili Sunan Ampel dalam sebuah forum ulama membahas tentang pengikut Syekh Siti Jenar.

Pondok Somalangu juga masih menyimpan tanda kenang-kenangan dari Hang Tuah, tokoh ulama keturunan Cina Melayu yang pernah datang ke Somalangu. Masih banyak kisah sejarah belum tersibak dari manuskrip dan kitab-kitab kuna karya para leluhur Somalangu.

Cagar Budaya

Muhammad Baehaqi, selaku konsultan perintisan cagar budaya itu mengakui, dari kajian beberapa ahli purbakala yang datang ke Somalangu, memang pesantren tersebut pernah menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa.

Pihaknya mengusulkan agar Pesantren Somalangu berikut peninggalannya dijadikan cagar budaya religius.

Awalnya memang ada pemikiran sederhana untuk mendirikan perpustakaan dan museum. Namun melihat aset budaya dan sejarah yang tersisa, mulai kitab-kitab lama, bangunan masjid tua, kawasan pondok, ada yoni dan lingga, serta perkampungan dengan rumah-rumah penduduk berarsitektur lama, kawasan Somalangu layak menjadi cagar budaya religius.

Menurut Gus Afif, khusus peninggalan kitab-kitab kuna dan manuskrip itu jumlahnya ribuan. Baru sebagian kecil telah dibaca dan dipelajari oleh ahli dari dinas kepurbakalaan Jateng.

Karena itu dibutuhkan tempat sekaligus sistem perawatan naskah-naskah kuna yang sarat dengan tinggalan sejarah itu. Tentu demi kepentingan ilmiah, wisata serta rekonstruksi sejarah.

Demikian pula Masjid Somalangu. Hampir sebagian besar bangunan masjid kuna itu masih seperti adanya. Mulai mustaka masjid, mimbar dan tiang utama.

Hanya beberapa tembok dan halaman sudah direnovasi. Bangunan induk berupa saka guru dan mustaka masih asli, sebagaimana awal didirikan sekitar tahun 1475.

Sedangkan rumah pondok tempat belajar, sebagian masih menyisakan bangunan lama. Rumah panggung yang di bawahnya sekaligus ada kolam-kolam tempat wudlu pun masih tersisa. Kompleks pondok itu berjarak hanya sekitar 1,5 kilometer dari jalan raya Kebumen-Kutoarjo.

Cilacap Info
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS

Berita Terkait