Pendidikan yang carut marut dan pergaulan yang tidak terkontrol membawa Jefri masuk dunia yang liar. Saat usianya baru 16 tahun, ia sudah mulai mengenal dunia malam. Ia hanya masuk sekolah saat ujian. Setiap malam ia lebih sering berada di diskotek untuk menari. “Tiap ke diskotek, diam-diam saya mempelajari gerakan orang-orang yang nge-dance,” kenang Jefri.
Karena bakat, ia pun kemudian menjadi penari yang bertualang dari satu diskotek ke diskotek lain. Bahkan beberapa kali ia berhasil memboyong piala ke rumah sebagai best dancer. Belum puas, ia juga mencoba merambah dunia fotomodel dan ikut fashion show dibeberapa diskotek. Akhirnya, meski dengan nilai pas-pasan Jefri berhasil lulus SMA pada tahun 1990.Usai SMA ia menjajal kemampuan aktingnya dengan menjadi pemeran pengganti dalam beberapa sinetron. Aktingnya mulai dilirik sutradara.
Tahun itu juga ia mendapat peran di sinetron Pendekar Halilintar. “Waktu itu sinetron masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat dan artis film,” kenang Jefri. Sementara itu hubungan Jefri dengan kedua Orang Tuanya semakin memburuk. Apihnya mati-matian menentang kegiatan Jefri. Haji Ismail Modal sangat mengenal kelamnya dunia yang tengah digeluti anaknya. Karena, di masa mudanya Ismail juga pernah berkecimpung di dunia film.
“Apih pernah main di film action, antara lain Macan Terbang dan Pukulan Berantai.” Tapi, Jefri tetaplah Jefri. Ia bergeming. Terlebih setelah ia menyabet gelar Pemeran Pria Terbaik dalam Sepekan Sinetron Remaja, yang diadakan TVRI tahun 1991. “Waktu itu saya sangat bangga, karena merasa menang dari Orang Tua,” kenang Jefri.
Kesombongannya makin menjadi. Ia merasa, jalan hidup yang dititinya adalah yang terbaik baginya. Setelah bergelimang uang, Jefri semakin tidak terkendali. Semua jenis kemaksiatan pernah dicobanya.