Dakwah Perlu Disampaikan Dengan Kasih Sayang

ilustrasi dakwah
ilustrasi dakwah

CILACAP.INFO – Menyampaikan kebenaran melalui usaha amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah sebuah kewajiban Islam karena syiar agama yang paling agung setelah tauhid adalah dakwah, hanya saja umat akan baik bila pendakwahnya baik pula”.

Oleh karena itu, pendakwah memang harus benar dan sejuk menyampaikan kebenaran-kebenaran Ilahi, sebab dakwah sebagaimana sabda Rasulullah:

“yasirru wala tu’assiru wabasysyiru wala tunafiru”, mudahkanlah dan janganlah engkau persulit orang lain dan berilah kabar gembira pada mereka, jangan membuat mereka menjadi lari (HR. Bukhari). Kalau begitu, tidak ada dakwah yang memaki-maki, menuduh-nuduh, memfitnah bahkan membuat orang lain ketakutan.

Dengan sangat tegas Al Qur’an menyebutkan Nabi sebagai pembawa missi kerahmaan ini: “Aku tidak mengutusmu (hai Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi semesta.” [QS. al-Anbiya` (21): 107].

Fungsi kerahmatan ini ditegaskan dan dielaborasi oleh Nabi Muhammad saw. dengan salah satu sabdanya, “Innamâ bu’itstu li utammima makârim al-akhlâq” (Aku diutus Tuhan hanya untuk menyempurnakan akhlak yang luhur).

Akhlak yang luhur adalah norma-norma kemanusiaan universal. Dalam sebuah kesempatan Nabi pernah ditanya mengapa tidak mengutuk orang-orang kafir Quraisy yang menolak ajakannya. Nabi saw. menjawab, “Aku tidak diutus untuk mengutuk orang, melainkan untuk memberi rahmat.”

Kaum muslim diperintahkan Nabi untuk membaca “Bismillah al-Rahman al-Rahim” bila hendak mengerjakan sesuatu yang baik. Dalam mazhab al-Syafi’i, membaca bismillah al-Rahman al-Rahim saat membaca surah al-Fatihah dalam shalat adalah wajib. Ini memerlihatkan betapa kalimat ini sangat penting dalam kehidupan kaum muslimin. Dengan membacanya, diharapkan, terefleksi dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan kata lain, kaum muslim diharapkan dapat selalu bersikap kasih dan sayang terhadap semua ciptaan (makhluq) Allah.

Ibn al-Manzhur, ahli bahasa terkemuka, mengatakan bahwa kata rahmat mengandung arti yang luas. Ia meliputi arti al-riqa (kepekaan), al-ta’âthuf (kelembutan) dan al-maghfirah (pemaaf). Ia sesuatu yang manis, lembut dan kebaikan. (Tafsir Jami’al-Bayan ‘an Ta’wilAyi al-Qur’an, (Lisan al-‘Arab).

Keagungann Islam terletak pada ajarannya yang selalu menekankan akhlakul karimah dalam segala aspek kehidupan, tak terkecuali dalam hal berdakwah.

Nabi Muhammad SAW selama hidupnya, selalu menyampaikan ajaran Islam dengan penuh kesantunan dan kasih sayang, sehingga orang yang tadinya acuh terhadap Nabi menjadi simpatik, bahkan banyak yang tertarik masuk Islam karena merasakan betul begitu mulianya akhlak Nabi. Namun mutakhir ini, tidak jarang kita menjumpai mimbar dakwah dijadikan sebagai ajang caci-makian kepada mereka yang tidak sepaham.

Karena pentingnya menyampaikan dakwah dengan penuh kasih, maka adab mubaligh menjadi penting. Mubaligh, da’i atau ustadz mereka adalah pembawa panji-panji ulama. Kesadaran ini bisa dijadikan bekal bagi dai dan mubaligh dalam berdakwah, sehingga dakwahnya tidak asal bunyi dan bisa diterima umat (dakwah bil hikmah wal maudzotil khasanah).

Karena Rasululullah SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya ulama itu pewaris nabi, sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, melainkan mewariskan ilmu. Karena itu siapa saja yang mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang besar (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad Al Hakim, Al Baihaqi dan Ibnu Hibban).

Mereka punya peran penting dalam membumikan nilai-nilai agung syariat yang dibawa oleh Rasulullah SAW, sebagai penyambung lidah Rasulullah SAW melalui ulama kepada umat. Karena itu perlu persiapan bekal ilmu dan ittiba’ (mengikuti) ulama amillin.

Berkaitan dengan pentingnya peran dai’ dan mubaligh terutama dalam konteks keindonesiaan, di damping peran ulama dan mubaligh dalam memberikan ceramah-ceramah dengan bidang ilmu dan ittiba’ para ulama.

Karena itu perlu bekal ilmu bagi para dai dan mubaligh, sebagai ulama tidak saja membawa panji-panji agama namun juga punya tugas sebagai individu sebagai jalan ibadah meraih keridhoan Allah SWT.

Karena itu adab, mempunyai peran penting disamping ilmu sebagai contoh dan karakter orang berilmu. Adab orang berilmu dapat dijadikan sebagai pegangan bagi mereka yang memilih dan menjadikan jalan dakwah sebagai pilihan hidup.
Kita lebih butuh sedikit adab dari pada banyak ilmu.

Barang siapa meremehkan adab, niscaya dihukum tidak memiliki sunnah. Barang siapa meremehkan sunnah, niscaya dihukum tidak mengerjakan hal-hal wajib, dan barang siapa meremehkan hal-hal wajib niscaya dihukum dengan tidak memiliki ma’rifah.

Mengenai adabnya orang alim!

Pertama, inshaf, menyadari kebenaran dan keadilan.

Kedua, mengatakan tidak tahu dan wallahu a’lam (Allah lebih mengetahui) apabila ditanya ihwal sesuatu yang tidak diketahuinya sebagaimana firman Allah SWT, “Katakanlah (wahai Muhammad), Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu dab aku bukanlah termasuk orang-orang yang mengada-adakan .” (QS Shaad: 86).

Ketiga, berhati-hati memberikan fatwa.

Keempat, memandang rendah dunia! Al Ghazali menyebutkan,”Seorang alim yang menjadi budak dunia keadaannya lebih buruk dan adzabnya lebih keras dibandingkan dengan orang yang jahil.

Kelima, adab seorang alim atau ulama adalah bersikap tawadhu kepada Allah baik dalam keadaan sendiri maupun di tengah orang banyak.

Keenam, meninggalkan perdebatan. Ketujuh, tidak bergaul dengan penguasa atau aparat kekuasaan.Kedelapan, seorang alim itu bersikap lemah lembut kepada para penuntut ilmu.

Rasulullah SAW sendiri telah mengingatkan ahli ilmu atau orang-orang alim dalam sabdanya, “Sesungguhnya manusia mengikuti kalian dan sesungguhnya orang-orang dari berbagai tempat akan mendatangi kalian untuk mendalami agama. Maka apabila mereka mendatangi kalian, berikanlah wasiat kepada mereka untuk berbuat kebaikan.” (HR At Tirmidzi dari Abu Harun Al Abd dan Abu Sa’id Al Hudri).

Kesembilan, ikhlas dan sabar. Rasulullah adalah penyambung lisan para ulama kepada umat. Karena itu perlu kesiapan matang keikhlasan dan kesabaran yang murni dari para dai mutlak diperlukan. Sehingga amanah dan tugas mulia agung ini dapat dipanggul oleh para dai dan mubaligh.

Dengan dua bekal ini para mubaligh dapat menjalankan tugasnya dengan kesabaran, keikhlasan, penuh kesadaran dan kehati-hatian. Kesepuluh, beramar ma’ruf nahy munkar. Saat ini kemaksiatan dan kemungkaran telah merajalela di mana-mana. Tontonan jadi tuntunan, demikian sebaliknya tuntunan jadi tontonan.

Korupsi, suap, kolusi, nepotisme adalah bagian dari kemungkaran dan kemaksiatan yang sangat dilarang oleh agama mana pun di muka bumi serta akan mendapat laknat Allah SWT. Padahal kondisi seperti itu sudah merata di seluruh lini kehidupan dan amat sedikit yang mencegahnya dari perbuatan munkar.

Sungguh beruntung orang berbuat amar ma’ruf Nahi Munkar, Allah SWT berfirman,” “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka! di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Ali ‘Imran: 110).

Rasulullah SAW bahkan memerintahkan kita untuk ber amar ma’ruf nahi munkar, “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaknya ia menghilangkannya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Orang yang tidak mampu dengan lisannya, maka dengan hatinya. Dan dengan hati ini adalah lemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim).

Beliau juga melalui hadist riwayat At Tirmidzi bersabda,”Demi Allah yang jariku berada di dalam genggamannya, kamu harus menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran atau kalau tidak, pasti Allah akan menurunkan siksa kepadamu kemudian kamu berdoa, maka tidak diterima doa darimu.”

Nabi Muhammad SAW mengingatkan, “Sesunguhnya jika melihat manusia berbuat jahat dan tidak mereka cegah. Hampir-hampir Allah akan meratakan siksa atau adzabnya kepada mereka.” (HR Abu Dawud).

Sementara itu, syarat-syarat berjuang bagi umat Islam di jaman sekarang menurut Prof. Dr. Said Ramadhan Bouti dalam “al Ruhaniyat al ijtima’iyah” (spiritualisme sosial) dengan:

(1) Membaca dan merenungkan makna kitab suci al Qur’an!

(2) Membaca dan mempelajari makna kehadiran Nabi Muhammad SAW melalui sunnah dan sirah (membaca biografi) beliau!

(3) Memelihara hubungan dengan orang-orang saleh seperti ulama dan tokoh Islam yang zuhud!

(4) Menjaga diri dari sikap dan tingkah laku tercela!

(5) Mempelajari hal-hal tentang ruh dan metafisika dalam al Qur’an dan sunnah dengan sikap penuh percaya!

(6) Melakukan ibadah-ibadah wajib dan sunnah.(***)

Cilacap Info
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS

Berita Terkait