Ki Wangsakarta tidak menghiraukan perkataan Ratna Kencana. Ia berjalan pelan menghampiri Reksapati yang masih menikmati sisa-sisa ikan sepat bakar tersebut. Melihat ikan sepat yang hanya tinggal kepala dan durinya saja, Ki Wangsakarta terduduk lemas. Air matanya meleleh. Dengan suara parau dan bibir bergetar ia berujar.
“Anakku, Panembahan Dalem Reksapati. Ketahuilah bahwa ikan sepat itu adalah satu-satunya ikan yang menghuni Sungai Cibengkeng. Sungguh sangat terlarang bagi siapa pun menangkap, memindahkan, atau membunuh dan menyantapnya.
Ketahuilah bahwa kehidupan ikan sepat itu berarti kelangsungan hidup di Desa Babakan, Leuweung Wates dan Mata Air Padontilu. Kehidupan ikan berarti masa depan perkampungan. Kematian ikan berarti musibah dan bencana bagi perkampungan,” jelas Ki Wangsakarta tertunduk lesu.
Nyi Wangsakarta datang tergopoh-gopoh bersama puluhan warga Desa Babakan. Mendengar perkataan Ki Wangsakarta kepada Pa nembahan Dalem Reksapati membuat mereka semua menjadi keta kutan. Reksapati pun merasa sangat bingung dan merasa bersalah de ngan apa yang baru saja dilakukannya.
“Maaf, Ayahanda. Saya hanya menjalankan sumpahku yang kedua. Ratna Kencana memintaku untuk menangkap ikan di sungai ini dan menyantapnya. Saya benar-benar tidak tahu tentang ini semua. Maafk an saya, Ayah!” terang Reksapati gugup. Semua orang yang ada di tempat itu seketika diam seribu bahasa. Mereka terdiam mematung tidak mengerti harus berbuat apa. Mereka tenggelam dalam pi kirannya masing-masing. Suasana begitu mencekam dan hening. Dalam keheningan itu, tiba-tiba terdengar suara gaib menggema di sekeliling tempat mereka berdiri.
“Terkutuklah Ratna Kencana dan kalian semua! Bencana akan datang melanda! Terkutuklah Ratna Kencana dan kalian semua! Bencana akan datang melanda! Terkutuklah Ratna Kencana dan kalian semua! Bencana akan datang melanda!” suara itu berulangulang dan menggema membuat semua warga Desa Babakan diliputi ketakutan yang teramat sangat. Mereka panik dan resah. Apa sebenarnya yang telah terjadi. Ratna Kencana terperanjat, ia menangis sesenggukan. Menyesali permintaannya pada sang suami yang diturutinya dari mimpi.
Tampilkan Semua