Secara selintas pandang, pada peristiwa ini as-Syaikh as-Sayyid Mahfudz al-Jailani al-Hasani tidak mengalami sebuah lukapun apalagi hal–hal yang membahayakan.
Karena beliau masih tetap berada di tempat semula sampai dengan qadhil hajat-nya selesai. Putera beliau Sayyid Hanifuddin al-Jailani al-Hasani juga diberi selamat dalam peristiwa itu walau tubuhnya sempat terlontar jauh.
Luka yang dialami oleh as-Syaikh as-Sayyid Mahfudz al-Jailani al-Hasani baru ketahuan ketika beliau selesai menunaikan qadhil hajat kemudian mengambil air wudhu.
Saat itu beliau melukar kaos dalamnya dan orang yang berada didekatnya dapat melihat di punggung beliau ada luka vertical namun tidaklah sampai mengeluarkan darah. Hanya warna merah saja yang nampak menggaris di punggungnya.
Tak ada seorang pun dari pengikut beliau yang mengira jika as-Syaikh as-Sayyid Mahfudz al-Jailani al-Hasani akan syahid waktu itu. Karena sesudah berwudhu, Syaikh as-Sayyid Mahfudz al-Jailani al-Hasani masih sempat memimpin shalat dzuhur berjama’ah.
Beliau juga kemudian berkhutbah, dimana dalam isi khutbahnya, beliau menyatakan hendak “beristirahat” dan meminta pada para pengikutnya agar dimanapun kelak mereka berada untuk senantiasa berjuang mengupayakan ‘izzul islam wal muslimin.
Selesai khutbah, as-Syaikh as-Sayyid Mahfudz al-Jailani al-Hasani lalu tiduran dengan bagian kepala beralaskan paha Kyai Lukman bin Ibrahim, Pengasuh Pesantren Lirap, Kebumen.
Keduanya juga masih sempat ber-shouftoh (bercanda) satu dengan yang lain. Namun tak lama berselang sesudah itu, beliau lalu melantunkan suara dzikir yang membuat suasana disekitarnya menjadi hening. Banyak kepala tertunduk sambil mengikuti dzikir beliau.
Namun ketika alunan dzikir mulai dirasa oleh satu dua telinga sudah tak terdengar lagi, beberapa orang seperti tersadar dan tercekat tenggorokannya lagi amat terperanjat. Oleh Sayyid Hanifuddin al-Jailani al-Hasani, mereka diberitahu jika abahnya yaitu as-Syaikh as-Sayyid Mahfudz al-Jailani al-Hasani telah syahid.