“Siapa gerangan perempuan yang cantik itu? Putri kayangankah?” gumam Bima.
“Cantik sekali, anugerah Sang Dewata,” lanjutnya. Sesekali Bima memukulkan tangan di kedua pipinya. “Apakah aku sedang ber-mimpi?” tukasnya.
“Ah, tidak, ini nyata,” lanjutnya lagi. “Sira ayu tenan,” desisnya da-lam kekaguman. Berkali-kali Bima mengucapkan kalimat itu sehingga suaranya terdengar oleh sang dewi yang masih asyik bermain ketipak air di sungai berair jernih itu.
“Siapa di sana? Siapa Ki Sanak? Siapa Ki Sanak?” tanya sang Dewi mulai gusar dan berenang menjauh dari sosok Bima yang berjalan mendekatinya.
“Jangan coba-coba mengganggu saya, beraninya Ki Sanak meng-intip saya, pergi!” hardik Dewi Drupadi sambil terus berenang ke tengah sungai.
“Jangan takut, Adinda. Perkenalkanlah, aku Bima!” teriak Bima lantang berusaha mengejar sang Dewi yang terlihat begitu gugup dan takut.
“Toloong… toloong,” teriak sang Dewi tidak menghiraukan te-riakan Bima. Ia berteriak minta tolong sambil terus berenang ke tengah sungai. Tiba-tiba saja tubuhnya tenggelam, rupanya tengah sungai itu dalam sekali.
“Haapp… haappp, tooo… loong”, teriak sang Dewi yang mulai tenggelam. Sayup-sayup suara minta tolong dari Dewi Drupadi menghilang seiring tenggelamnya tubuhnya. Melihat kejadian itu Bima segera menceburkan diri ke sungai mencoba menolong sang Dewi yang tenggelam. Namun, usaha Bima gagal.
“Duhai, Adinda… di manakah engkau kini… sira ayu, sira ayu…,” isak Bima menyesali perbuatannya. Ia terus menangis dan mende-siskan kata sira ayu. Sejak saat itu masyarakat di sekitar sungai me-namai sungai tersebut Serayu. Serayu berasal dari desisan kata Bima sira ayu yang bermakna ‘kamu cantik’.
Diceritakan oleh: Tri Wahyuni
Disadur dari Cerita Rakyat Cilacap Jawa Tengah
Diterbitkan oleh Balai Bahasa Jawa Tengah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tampilkan Semua