Singkat cerita, Prabu Dewa Mungkar berhasil membunuh Teja Arum. Ia pun kembali ke dasar laut selatan untuk menemui Nyi Blorong, pujaan hatinya.
“Nyi, Blorong pujaan hatiku. Sekarang terimalah lamaranku karena kekasihmu telah kuhabisi, hahahaha” kata Prabu Dewa Mungkar.
“Aku tidak percaya, Kakang Prabu. Mana mayat Kakang Teja Arum?” jawab Nyi Blorong dingin menutupi keterkejutannya.
“Baik, kalau itu yang Dinda inginkan. Segera akan kubawa mayat Teja Arum ke hadapanmu agar kau percaya dan mau menikah de-nganku!” jawab Prabu Dewa Mungkar sambil berlalu.
Sementara itu, di Laut Selat Sunda, kematian Teja Arum mening-galkan duka yang amat mendalam bagi keluarganya dan abdimya yang bernama Ki Cekruk Truna.
“Pangeran Teja Arum, mengapa kau pergi secepat ini?” isak Ki Cekruk Truna.
Tiba-tiba datang sesosok iblis mendatangi mereka. Ki Cekruk Truna terkejut dengan kedatangan iblis yang tidak dikenalnya itu.
“Kau… kau si… siapa? Beraninya masuk ke sini tanpa izin dahulu? Siapa kau sebenarnya?” gagap Ki Cekruk tergagu.
“Hahahahahaha… kau tanya siapa aku? Buka telingamu lebar-lebar supaya dapat mendengar dengan baik. Aku Buntung Seta. Aku adalah demit dari Karang Bolong. Aku akan bantu kau menghidup-kan kembali ndaramu, Pangeran Teja Arum, hahahaha…,” jawab sang iblis bernama Buntung Seta itu.
Singkat cerita, mayat Teja Arum dibawa oleh Buntung Seta. Se-telah itu, Prabu Dewa Mungkar datang. Terkejutlah ia karena mayat Teja Arum sudah tidak ada di tempat ketika ia membunuhnya. Ternyata Buntung Seta adalah Ratu Pantai Selatan yang menyamar. Ia yang menghidupkan Teja Arum sehingga membuat Nyi Blorong bersuka cita. Pada sisi lain, Prabu Dewa Mungkar belajar ajian lebur sekethi yang dapat membuat apa pun menjadi hancur berkeping-keping. Setelah cukup menguasai, ia menuju ke dasar Laut Selatan untuk membunuh Teja Arum kembali.
Tampilkan Semua