1.Kiai Hamim Jazuli, akrab disapa Gus Miek, dikenal sebagai kekasih Allah (wali) yang penuh dengan karomah. Suatu saat, pada tahun 1980-an, Gus Miek menghadiri semaan Mantab di daerah Nganjuk, Jawa Timur.
Selesai acara, Gus Miek diantar oleh salah satu jamaahnya yang bernama Yai Faqih dengan menggunakan sepeda motor. Tapi di tengah jalan bensinnya habis.
“Kamu itu, sebenarnya Ikhlas ngga’ sih nganterin aku?” Seloroh gus Miek.
Ini kemudian dijawab dengan Nyengir khas Santri Galau. “Yaa udah, ayo marung saja, itu di depan ada warung. Lha malam-malam gini cari bensin kemana?”
Setelah duduk di warung, “Pesen teh hangat tiga pak,” pinta Gus Miek.
“Kok tiga Gus? Lha satunya untuk siapa??”.
“Sudaaahhh minum saja tehmu.”
“Alhamdulillah, dah habis Gus.”
“Satu yang utuh itu, bungkus saja. Ayo kita teruskan perjalanan.”
Sambil bawa bungkusan plastik teh hangat, Yai Faqih clingak-clinguk di depan motornya. Lha gimana tidak? Motor gak bisa jalan buat apa?
“Cepat masukkan teh hangatmu itu ke tanki motor.”
“Waduhhh, bisa protol nanti mesin motorku,” batin Yai Faqih.
“Heiii, kenapa diam? Cepat masukkan.”
“Njih Gus.”
“Sekarang stater.”
Dan…… mak Jreennggg juga, keduanya lalu meneruskan perjalanan sampai ke ndalem Gus Miek. Alih-alih mensilahkan masuk untuk istirahat sebentar, Gus Miek malah dawuh, “Jangan dimatikan mesinnya, langsung pulang sana. Keburu habis bengsin-bengsinannya.”
Jangan Ceritakan Kejadian Ini Sampai Aku Mati
2.”Jangan ceritakan kejadian ini sampai aku mati,” dawuh Mbah Yai Hayat, Rois Syuriah PCNU Nganjuk tahun 1980- an. Waktu pulang dari rapat besar NU di Surabaya, ternyata mobil yang beliau kendarai bersama rombongan kehabisan bensin di tengah malam dan jauh dari pemukiman warga.
Tampilkan Semua