Tiga jam sudah kami berjalan tanpa beristirahat, kini waktu menunjukkan pukul 10 malam, terlepas 2 jam sudah sejak kami mendengar suara musik tadi. Namun tidak ada tanda-tanda sedikit pun kami akan sampai di sebuah desa, atau perkebunan milik warga. Kami justru seperti kembali masuk hutan. Pohon-pohon tinggi kembali menyapa, kali ini dengan semak belukar yang tingginya melebihi kepala kami. Rasa lelah kian berlipat, tak ada tempat untuk beristirahat. Kaki ini sangat lelah, Fahmi Panji mulai merasakan sakit pada kaki nya, untung lah saya tidak, kaki ini masih bisa berjalan dengan baik.
Kami harus sedikit meperlambat langkah kami, namun Pak Sakri meminta kami untuk bergegas karena hari sudah semakin larut. Headlamp hanya beberapa yang menyalanya, makin memperlambat langkah kami. Saya harus menuntun Fahmi yang kakinya kian terasa sakit, begitu juga dengan Bang Epps yang kini harus menuntun Panji. Semak-semak ini sempat membingungkan, jalur tidak terlihat dengan jelas. Untung lah Pak Sakri sepertinya sudah hapal dengan jalur ini.
“Puter balik!” Seru Pak Sakri. Owh tidak, ternyata Pak Sakri pun tidak begitu mengenal jalur ini, pikir saya. “Kurang ajar, orang disasar-sasarin.” Ucap Pak Sakri kesal. “Harusnya lewat sini, kurang ajar itu setan.” Gerutunya. Ya, ternyata makluk-makhluk ghaib tersebut belum puas mengganggu kami. Jalur yang tadinya satu kini menjadi dua dan kami mengambil jalur yang salah, untunglah Pak Sakri segera menyadarinya.
Kami kembali masuk hutan, kembali menapaki jalan setapak, tiba-tiba Asep dan Usep menghentikan langkahnya, hampir saja kami bertabrakan karna saya tidak melihat mereka berhenti, maklum sepanjang perjalanan, sejak kejadian-kejadian tadi, saya tidak berani melihat kedepan, hanya berani menundukan kepala dan sesekali menengok ke belakang untuk membantu Fahmi berjalan.
Tampilkan Semua