Harlah PPP ke-48, Merawat Persatuan Dengan Pembangunan

Aji Setiawan DPC Sekretaris PPP Purbalingga
Aji Setiawan DPC Sekretaris PPP Purbalingga

Kutipan pidato ketum DPP PPP di atas sengaja saya sampaikan secara utuh, sebagai sebuah komitmen bersama kelurga besar PPP dalam menghargai keberadaan, kebhinekaan dalam NKRI tetapi dalam bingkai PPP harus siap tampil sebagai pemersatu umat.

Penulis pernah bertanya langsung dengan almarhumah KH Maemoen Zubair, pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar, Rembang Jawa Tengah yang juga Ketua Majelis Syariah PPP sehabis Haul Habib Ahmad Al Atas Pekalongan, sepuluh tahun yang lalu, sewaktu masih menjadi wartawan majalah alKisah, Jakarta.

“Berbagai perbedaan harus kita jaga. Keragaman bukan persoalan, kita harus saling menghargai pandangan dan pendapat orang lain,” kata Syaikhona Maemoen. Zubair (alm).

KH Maemoen Zubair lalu mengisahkan perbedaan pendapat, atau perbedaan cara pandang, dalam menyikapi suatu persoalan furu’iyyah, terutama dalam bidang fiqih. Adanya perbedaan cara pandang ini bukan malah membuat mereka saling salah menyalahkan, bercerai-berai, melainkan hal ini semakin membuat mereka berjiwa besar, saling menghormati pendapat satu sama lain, dan bahkan melarang para santrinya untuk bersikap ta’ashub atau fanatis.

Pada 1916 M, terjadi sebuah perselisihan pendapat yang berujung pada perdebatan ilmiah antara Kiai Hasyim Asy’ari dan Kiai Faqih Maskumambang. Kedua ulama yang bersahabat karib ini menyoal hukum seputar penggunaan kentongan yang pada masa itu seringkali digunakan untuk penanda masuknya waktu sholat.

Di mana, Kiai Hasyim melarang penggunaan kentongan, sementara Kiai Faqih membolehkannya. Keduanya pun menulis risalah khusus yang membahas hal tersebut. Mula-mula, Kiai Hasyim menulis al-Jasus fi Bayani Hukm Naqus, lalu selang beberapa pekan, Kiai Faqih pun membantah argumen itu dengan risalahnya yang berjudul Hazzur Ru’us fi Radd Jasus’an Tahrim Naqus.

Kitab al-Jasus fi Bayani Hukm Naqus sudah ditemukan KH Muhammad Ishomuddin Hadzik sejak 1992 di perpustakaan sang kakek di Pesantren Tebuireng. Kitab itu lalu ditahqiq dan diterbitkan ulang beserta kitab-kitab Kiai Hasyim Asy’ari lainnya ke dalam jilid besar bertajuk Irsyadu Sary.

Tampilkan Semua
Cilacap Info
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS

Berita Terkait