Tidak hanya tanaman liar yang membuat jalan itu sangat menyeramkan, warga takut melewatinya karena di dalam semak-semak belukar itu masih banyak binatang buas, seperti: ular, biawak, babi hutan, musang, luwak, kelabang, dan lain sebagainya. Tak jarang binatang-binatang buas yang merasa terganggu menyerang orang yang melewatinya. Suara burung gagak sering terdengar menambah suasana sekitar jalan itu makin mencekam.
Air rawa di kampung tersebut sangatlah tenang. Rawa yang ditumbuhi tanaman air menambah rasa takut orang yang akan melewatinya. Namun, warga lebih memilih jalan ini untuk lalu lintas ke luar kampung dibandingkan dengan jalan tikus yang sempit dan bersemak karena lebih leluasa. di tengah-tengah rawa tersebut terdapat sebuah kedung. Kedung adalah lubang yang lebar dan dalam, seperti palung.
Penduduk desa tersebut menamakanya Kedung Jero, yang artinya lubang besar dan dalam. Nama ini diberikan untuk menggambarkan keadaan kedung itu. di samping itu, dimaksudkan juga untuk memberi peringatan kepada orang yang melewatinya.
Banyak cerita yang tersimpan dibalik Kedung Jero ini. Cerita ini telah banyak tersebar dan diketahui oleh masyarakat kampung. Konon lubang tersebut dihuni buaya-buaya. Terdapat sepasang buaya yang menyeramkan sehingga menambah takut dan miris mereka yang akan melewati rawa tersebut.
Buaya-buaya itu bukanlah buaya biasa. Apabila ada orang yang mengganggu buaya-buaya itu, kemalangan dapat mengganggu orang tersebut. Orang-orang yang melewati rawa tersebut sangat berhati-hati agar tidak mengganggu buaya-buaya itu.
Dikisahkan, pada suatu hari ada seorang penduduk yang bernama Kartanom akan bertandang ke rumah saudaranya yang berada di Desa Gayamsari. Kartanom ingin mengabarkan pada saudaranya yang ada di Gayamsari mengenai pernikahan putrinya. Karena dirasa sangat penting, ia ingin mengabarkannya secara langsung. Akan tetapi, hatinya merasa bimbang dan was-was memikirkan betapa sulitnya jalan untuk sampai ke Desa Gayamsari. Tentu saja Kartanom harus melewati rawa tersebut.
Tampilkan Semua