Ki Abu Hasan masuk ke senthong tempatnya menyepi. Ia mengambil bundhel dan meletakkan di atas meja.
“Silakan diambil, silakan dibawa!”
“Baik, itu perkara mudah, Ki Abu!”
Sambil mengangkat bundhel yang ada di atas meja tepat di hadapan Ki Abu, Ki Slamet dengan pongahnya berucap, “Terima kasih, Ki Abu, hahaha… .”
Namun, apa yang terjadi. Jeritan histeris terdengar memekakkan telinga. Ki Slamet terlempar jauh. Ia mengerang kesakitan. Dengan langkah gontai dan rasa penasaran serta napasnya yang masih terengah-engah, Ki Slamet berusaha mendekat kembali untuk mengambil. Namun, apa yang terjadi. Kembali pertarungan terjadi antara Ki Slamet dan kekuatan gaib dari bundhel yang sangat dahsyat.
Ki Slamet terlempar ketika berusaha mengambil bundhel.
“Seett… sett ciiaattt, aahhh, panaas…!” Ki Slamet terlempar jauh. Bahkan, ia sempat menjadi tontonan masyarakat sekitar. Berkali-kali dicoba, ternyata menyentuh pun tidak sanggup, apalagi membawa dan memboyongnya. Setelah beberapa hari Ki Abu Hasan meninggal dunia. Isi dari bundhel sudah tidak lagi lengkap karena stambul dan cincin putih setelah dibuka hilang musnah tanpa bekas. Tidak seorang pun yang mengetahui di mana keberadaannya.
Bagaimana nasib Bundhel Tlatah Maoslor. Siapakah yang menjadi penerus Ki Abu Hasan? Berkat kegigihan untuk melaksanakan berbagai persyaratan sebagai penerus orang tuanya, akhirnya Ki Hadi Rame anak bungsu dari Ki Abu Hasan kesampaian juga untuk merawat bundhel tersebut hingga sekarang. Beliau tinggal di Dusun Palinggihan tepatnya di Jalan Sawo. Hal itu merupakan bukti bahwa pewaris Bundhel Tlatah Maoslor adalah orang yang benar-benar jujur, arif, bijaksana, dan rendah hati.
Sampai sekarang menjadi keyakinan masyarakat Maoslor dan sekitarnya untuk tetap memegang teguh wasiat Mbah Platarklasa dan merawat makamnya dengan baik serta menjadikannya sebagai tempat berziarah bagi masyarakat untuk mendapatkan berkah Allah SWT.
Tampilkan Semua