setelah menunggu hampir setengah jam, terlihat dari jauh, cahaya mendekat, Nur dan Ayu langsung mengatakan bahwa mereka yang akan mengantar.
rupanya, yang mengantar adalah 6 lelaki paruh baya, dengan motor butut.
“cuk. sepedaan tah” kata Wahyu, spontan, saat itu ada yang aneh
entah disengaja atau tidak, ucapan yang di anggap biasa di kota S, di tanggapi lain oleh lelaki-lelaki itu, wajahnya tampak tidak suka, dan sinis tajam melihat wahyu.
hanya saja, yang memperhatikan semua sedetail itu, hanya Widya seorang. apapun itu, semoga bukan hal yang buruk.
di tengah gerimis, jalanan berlumpur, pohon di samping kanan kiri, mereka tempuh dengan suara motor yang seperti sudah mau ngadat saja, ditambah medan tanah naik turun, membuat Widya berpikir kembali
sudah hampir satu jam lebih, tapi motor masih berjalan lebih jauh ke dalam hutan
khawatir bahwa yang di maksud Ayu, setengah jam lewat 15 menit adalah setengah hari, Widya mulai berharap semua ini cepat selesai.
di tengah perjalanan, tidak satupun dari pengendara motor itu yang mengajaknya bicara, aneh. apa semua warga di sana pendiam semua.
Malam semakin gelap, dan hutan semakin sunyi sepi, namun, kata orang, dimana sunyi dan sepi di temui, di sana, rahasia di jaga rapat-rapat.
kini, rasa menyesal sempat terpikir di pikiran Widya, apakah ia siap, menghabiskan 6 minggu ke depan, di sebuah Desa, jauh di dalam hutan.
ketika suara motor memecah suara rintik gerimis, dari jauh, sayup-sayup, terdengar sebuah suara.
suara familiar, dengan tabuhan kendang dan gong, di ikuti suara kenong, kompyang, mebaur menjadi alunan suara gamelan.
apa ada yang sedang mengadakan hajatan di dekat sini. dan ketika sayup-sayup suara itu perlahan menghilang, terlihat gapura kayu, menyambut mereka.
Tampilkan Semua