Setelah berpamitan kepada sahabatnya dan Kiai Klapa Wuni, Arya Jabat melanjutkan perjalanannya untuk menemukan Keris Tirta Mukti. Hari silih berganti ia lalui hingga pada suatu hari setelah menempuh satu minggu perjalanan sampailah Arya Jabat di sebuah desa yang memiliki ciri-ciri seperti yang diucapkan oleh Kiai Klapa Wuni. Arya Jabat melihat pemandangan yang sangat menyedihkan akibat kemarau panjang yang dialami oleh desa tersebut.
Sambil memerhatikan keadaan sekeliling, Arya Jabat bergumam, “Astaghafi rullah. Benar apa yang dikatakan Kiai Klapa Wuni, desa ini benar-benar kekeringan. Persawahan tak terurus, ternak kurus-kurus Bahkan banyak yang mati kelaparan. Apa sebenarnya yang telah menimpa desa ini sehingga keadaannya sangat mengerikan seperti ini?”
Arya Jabat mempercepat langkahnya agar cepat sampai di pusat desa. Dalam waktu sekian menit sampailah dia di pusat desa. Keterkejutannya semakin bertambah ketika ia memperhatian keadaan sekitarnya, yang tidak jauh berbeda dengan keadaan luar desa. Tidak ada satu tanaman pun yang memiliki daun. Desa ini telah dilanda kemarau yang hebat. Banyak ternak yang ia jumpai dalam keadaan kurus kering. Jalan desa banyak yang retak-retak karena tidak mampu menahan terik matahari. Parit-parit pun kering kerontang.
“Ki Sanak, apa yang terjadi dengan desa ini?” tanya Arya Jabat pada salah satu penduduk yang kondisinya sangat mengenaskan. “Semua ini ulah Eyang Arjo Kusumo. Dia telah menjatuhkan kutukan ke desa ini karena penduduk sudah tidak mau memberikan tumbal kepadanya,” jawab penduduk desa. “Tumbal…? Maksud Ki Sanak tumbal apa?” tanya Arya Jabat dalam kebingungan yang semakin menghinggapinya.
“Setiap malam bulan purnama kami harus menyediakan seorang perempuan yang masih perawan. Jika kami tidak memberikannya, ia akan mengambilnya secara paksa dengan cara mengutus anak buahnya untuk menculik dan merampas dari penduduk. Bulan purnama dua tahun lalu kami tidak memberikannya karena memang di desa ini sudah tidak ada anak perawan. Mereka yang memiliki anak perawan memilih untuk ke luar dari desa ini atau mengungsikan anak perawannya ke saudara-saudaranya yang tinggal jauh dari desa ini,” jawab penduduk dengan nada ketakutan. “Siapakah Eyang Arjo Kusumo itu? Mengapa ia sangat kejam dan memiliki tabiat layaknya seorang iblis?” tanya Arja Jabat.
Tampilkan Semua