Ayahandanya, Bajang Laut menghadap ibun- danya yang sedang berada di Tamansari. Ia ingin mengabarkan rencananya itu sekaligus meminta izin kepada ibundanya. Mendengar permintaan anaknya, ibundanya menangis dan terus membujuknya untuk membatalkan rencana itu. Ia khawatir terjadi apa-apa pada anak semata wayangnya.
Namun, rencana Bajang Laut sudah bulat. Ia kukuh dalam pendiriannya. Ia yakin kepergiannya itu akan membawa manfaat, yaitu menambah ilmu dan pengalaman hidup. Dengan berat hati sang ibunda akhirnya merelakan Bajang Laut pergi mengembara.
Persiapan pun dilakukan. Semua perlengkapan yang diperlukan selama perjalanan disediakan. Namun, Bajang Laut hanya memilih yang sekiranya sangat diperlukan dan mudah dibawanya mengembara agar tidak terlalu membebaninya.
Tibalah saatnya Bajang Laut untuk meninggalkan rumah. Ia memohon restu kepada kedua orang tuanya. Ia pergi mengikuti arah angin dan langkah kakinya. di awal perjalanan Bajang Laut merasa lancar dan belum bertemu dengan banyak rintangan.
Di tengah pengembaraannya, Bajang Laut bertemu dengan dua orang kakak beradik pengembara sakti.
“Wahai, Ki Sanak. Kalau boleh saya tahu siapa nama Ki Sanak dan hendak ke mana Ki Sanak berdua?” tanya Bajang Laut.
“Maaf, Ki Sanak. Saya Haryo Leno dan ini adik saya Joko Leno. Kami berdua dari sebuah padepokan dan ingin mengembara mencari pengalaman hidup,” sahut Haryo Leno.
Dalam pertemuan itu mereka saling berbagi cerita dan mene- mukan banyak kesamaan tentang prinsip dan pandangan hidup. Mereka bertiga mengembara bersama-sama. Suka dan duka selama perjalanan mereka rasakan bersama sehingga terbentuklah ikatan seperti saudara kandung. Rasa persaudaraan di antara mereka bertiga begitu erat sehingga perjalanan itu menjadi sangat menyenangkan. Mereka bertiga sangat menikmati perjalanan itu. Mereka berbahagia dan tertawa bersama di antara embusan angin, hijaunya dedaunan, hamparan sawah yang menghijau dan gunung yang menjulang, hewan-hewan yang berlarian dan terlihat jinak. Mereka menyatu bersama alam.
Tampilkan Semua