Syekh Sufyan Tsauri memberikan fatwa mengenai pergolakan tanah air terutama sekitar seruan Jihad yang telah diputuskan oleh Mu’tamar Umat Islam tersebut. Menurut fatwanya, bahwa! “berjuang membela Agama, hak milik dan tanah air dari perkosaan dan kedzaliman adalah Jihad, sedang hukumnya adalah fardu ‘ain dan jika gugur adalah syahid sebab Agama dan hukum Islam tidak mungkin berjalan ditanah Jajahan”.
Fatwa Syekh Sufyan Tsauri ini dikumandangkan keseluruh distrik Majenang. Dalam merealisasikan fatwanya itu Syekh Sufyan Tsauri bertemu dengan dua orang tokoh masyarakat di Majenang yakni K. Moch. Basyir sebagai tokoh politik dan S. Suwandi sebagai tokoh yang bergerak dalam kemiliteran. Partai Masyumi yang berkembang di Majennag saatitu semamin kuat dengasn kepemimpinan Syekh Sufyan Tsauri sebagai Ketua Syuriah. Masyumi kemudian mampu menggerakkan potensi Umat Islam untuk berjihad dengan terbentuknya barisan Hizbullah dan Sabilillah di wilayah Majenang. Semangat jihad berkobar-kobar serta menjiwai perikehidupan masyarakat Islam di Majenang.
Pada bulan Nopember 1945 berangkatlah dua kompi Hizbullah dari Majenang ke Cilacap untul latihan kemiliteran. Sekembalinya dari Cilacap mereka menyelenggarakan latihan kepada para pemuda dan santri yang dipusatkan Pondok Pesantren Cigaru secara bergelombang. Sekitar buIan Nopember 1945 dimana situasi bertambah gawat karena tentara Belanda menduduki beberapa kota di Jawa Tengah, Semarang dan Ambarawa.
Kejadian ini sempat menarik perhatian kalangan pemuda Majenang tumbuh dengan kuat dihati mereka keinginan untuk ikut berangkat ke garis ter depan melawan Belanda. Bantuan sukarela berdatangan dan mereka dikirim untuk merebut kembali Ambarawa. Bulan Desember 1945 dari Majenang berangkat dua kompi Hizbullah dan Sabilillah di bawah pimpinan Suwandi selaku Komandan dengan didampingi Syekh Sufyan Tsauri sebagai penasehat.
Tampilkan Semua