Kami bergegas melanjutkan perjalanan menuju Pos 2, dimana di sana terdapat tanah lapang, jadi kami bisa beristirahat dengan lebih leluasa. Namun, tidak lama, lagi-lagi Panji berhenti, sepertinya, kaki kanannya sudah benar-benar tidak bisa diajak berdamai. “Break! Tolong berhenti!”. Seru Panji lagi. Saya dan Widi karena wanita berjalan di tengah, Usep dan Asep berjalan paling depan, dan langsung menghentikan langkah kami. Kami kembali beristirahat dijalur, namun kali ini saya memilih duduk sambil meluruskan kaki, begitu juga dengan teman-teman yang lain, hanya Panji yang masih berdiri dengan memegangi batang pohon yang digunakan untuk membantu nya berjalan.
“Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh,,”. Tiba-tiba suara Panji terdengar. Kami semua terdiam. “Nama saya Panji,,”. Lanjutnya. “Saya mohon maaf kalau mungkin ada salah kata dan perbuatan saya, kalau tadi saya buang air kecil tidak bilang permisi, saya mohon maaf, saya tidak ada maksud apapun, saya tidak ada maksud mengganggu atau bersikap kurang sopan, saya mohon maaf.” Ujarnya.
Kami terkejut dengan ucapan Panji tersebut, yang tiba-tiba saja meminta maaf pada entah siapa. Semua mendengarkan dengan wajah bertanya-tanya, namun tidak bisa pula diklarifikasi dalam keadaan sekarang. Akhirnya tak butuh waktu lama, setelah mengucapkan kata-kata itu, kaki Panji tiba-tiba saja pulih, tidak terasa sakit sedikit pun. “Ga tau kenapa, kaki gue sekarang tiba-tiba gak sakit lagi, gak berat lagi,”. Jelas Panji. Saling pandang antara kami dengan wajah penuh tanya tentu saja tak ter elakkan lagi. Antara lega karena artinya kami bisa melanjutkan perjalanan namun juga bingung, apa yang terjadi sebenarnya.
Dengan hati yang masih penuh tanya, kami pun melanjutkan perjalanan, kejadian barusan mengingatkan kami pada cerita-cerita Mbah Kuncen. ‘Ah sudahlah semoga tidak semengerikan itu’. Ucap saya dalam hati. Insyallah tujuan kami baik, tidak ingin merusak apalagi bersikap tidak sopan di gunung ini.
Tampilkan Semua