Satu, dua buaya bermunculan. Buaya-buaya itu sibuk dengan ak tivitasnya tanpa menghiraukan kehadiran Kartanom. Banyaknya buaya yang muncul membuat nyali Kartanom semakin ciut. Belum hilang rasa kaget dan takutnya setelah melihat buaya-buaya itu, ia melihat sepasang buaya putih berada di antara buaya-buaya lain. Buaya putih itu sedang bersenda gurau dengan teman-temannya. Namun, sepasang buaya putih itu tiba-tiba bergerak mendekati sampan Kartanom yang bergerak perlahan mendekati Kedung Jero. Kartanom semakin pucat. Ia terpaku.
Angin bertiup kencang diiringi kepulan asap putih membumbung tinggi mengelilingi sepasang buaya putih itu. Kemudian, dari kepulan asap itu menjelmalah sepasang suami istri yang berpakaian selayaknya bangsawan. Kartono panik melihat hal ini. Ia semakin menggigil.
Lelaki berpakaian bangsawan itu mendekat ke Kartanom. Dengan ramah dan bijak, lelaki tersebut berkata.
“Hai manusia, jangan takut! Kami juga sepertimu yang tidak ingin diganggu dan mengganggu kalian. Namun, jika kalian para manusia mengganggu ketenangan kami, sudah tentu kami merasa terusik. Jangan heran bila kami para buaya akan menyerang jika merasa terganggu. Bahkan, mungkin akan ada yang menjadi korban. Kebetulan kau melewati daerah atau istana kami. Kami para buaya ingin mengajak damai pada kalian untuk saling menghormati dan menjaga wilayah masing-masing, terutama di rawa dan Kedung Jero ini.”
Kartanom tidak dapat berkata-kata. Kerongkongannya terasa kering, mulut pun terbungkam. Ia hanya dapat mengganggukkan kepala yang ia ayunkan dengan cepat karena rasa takutnya yang begitu besar. Lelaki berpakaian bangsawan itupun berkata lagi.
“Pergilah dengan tenang! Kami tidak akan menghalangi perjalananmu dan sampaikan pesan ini pada saudaramu yang lain!”
Kartanom pun menggangguk lagi dengan cepat. Mendengar pesan tersebut, rasa takut di hatinya perlahan menghilang. Ia menarik napas panjang dan mengembuskannya lagi hingga rasa was-wasnya mereda. Udara sejuk menenteramkan hatinya.