Siasat yang dibuat NU tersebut tercium oleh Jepang. K.H. Hasyim Asyari ditangkap dengan alasan yang tidak jelas. Terjadi kegoncangan di tubuh organisasi NU. Kegoncangan bertambah hebat ketika K.H. Mahfudz Shiddiq ikut ditangkap dengan tuduhan melakukan gerakan anti Jepang. Penangkapan itu terus terjadi pada ulama-ulama lain di Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan tuduhan yang sama yakni gerakan anti Jepang. K.H. Wahab Hasbullah mengeliminir kegoncangan yang terjadi dalam NU dengan melakukan lobi ke beberapa pejabat Jepang, seperti Saiko Siki Kan (Panglima tertingi bala tentara Jepang di Jakarta), Gunseikan (Kepala Pemerintahan militer Jepang di Jakarta) dan Shuutyokan (Residen Jepang di Surabaya). Usaha keras K.H. Wahab untuk membebaskan K.H. Hasyim, K.H. Mahfudz Shiddiq dan beberapa kiai lainnya membuahkan hasil dibebaskannya kiai-kiai itu. Usaha untuk pembebasan ini memakan waktu sampai enam bulan.
Untuk memperkuat kekuatan militernya, Jepang membentuk kekuatan sukarela Indonesia yakni Peta yang diikuti banyak orang Indonesia dari berbagai kalangan tak terkecuali umat Islam dan para kiai. Kenapa orang Indonesia mau menjadi Peta, padahal mereka tahu pembentukan Peta dimaksudkan untuk membantu tentara Jepang menghadapi Sekutu yang akan datang ke Jawa? Masuknya banyak orang Indonesia ke Peta lebih karena untuk mengetahui seluk-beluk kemiliteran dan mengangankan mendapat peranan politik yang lebih besar di masa yang akan datang, bukan karena semata ingin membantu Jepang.
Selain itu, pemerintah Jepang akan membubarkan organisasi sosial-politik-keagamaan yang tidak mau diajak bekerja sama, sebaliknya yang masih mau diajak kerja sama akan dikooptasi. MIAI dibubarkan oleh Jepang pada tahun 1943 dan diganti dengan Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) yang menyatakan siap membantu kepentingan Jepang. Hanya NU dan Muhammadiyah yang diperbolehkan secara sah oleh Jepang untuk menjadi anggota Masyumi.
Tampilkan Semua