Diantara para wali yang paling kreatif menggunakan tradisi lokal dalam dakwahnya adalah Sunan Kalijaga. Ia mengadakan pertunjukan wayang penontonnya tidak dipungut biaya tapi cukup diminta mengucapkan dua kalimat syahadat.
Pertunjukan wayang ini mengundang minat masyarakat. Selanjutnya, dalam pertunjukan ini, para wali menyampaikan petuah-petuah keislaman terutama yang bersifat sufistik. (Al Qurthubi, 2003: 112-113! Syamsu, 1999:54-75).
E.Paham Keagamaan yang Dikembangkan
Berdasarkan diskusi tentang masuknya Islam di Nusantara pada bagian awal, kebanyakan pakar berpendapat bahwa faham keagamaan yang dianut oleh para penyebar Islam pertama adalah faham Sunni yang menonjolkan aspek-aspek sufistik.
Meski demikian memang tidak bisa dibantah adanya varian faham Syi’ah dalam faham kegamaan Nusantara karena interaksi-interaksi kemudian. Kesimpulan ini diperkuat oleh kenyataan bahwa mayoritas umat Islam di Indonesia bermazhab Syafi’i, salah satu mazhab dari mazhab empat dalam faham keagamaan Sunni.
Mazhab Syi’ah sendiri masuk di Indonesia dibawa oleh penganut Syi’ah Ismailiyah yang bersumber dari Persia yang kemudian tersebar ke pedalaman India sampai perbatasan Bukhara dan Afghanistan, dan akhirnya sampai ke Indonesia. Pengaruh faham Syi’ah di Indonesia dapat dilihat adanya mitos tentang akan datangnya Imam Mahdi dari keturunan Ali bin Abi Thalib.
Di Pariaman Sumatera Barat dikenal istilah Tabut yang dibuat dari tandu pada setiap 10 Asyura dan mengusungya beramai-ramai sambil menyebut dengan keras-keras “Oyak Osen” (Hasan-Husen, yaitu dua nama cucu Nabi Muhammad dari garis keturunan Ali dan Fatimah. (Hasymi, 1993: 489).
Dominasi pengaruh faham Sunni dapat dilihat dari pengaruh ajaran Sunan Bonang. Ajaran Sunan Bonang ini menggambarkan ajaran Walisongo secara umum karena beberapa alasan. Pertama, Sunan Bonang adalah putera sekaligus murid Raden Rahmat atau Sunan Ampel.
Tampilkan Semua